Negara Hukum Indonesia
sudah berdiri sejak lebih dari enampuluh tahun lamanya kualifikasi sebagai
Negara hukum pada tahun 1945 terbaca dalam penjelasan Undang-undang Dasar.
Dalam penjelasan mengenai sistem pemerintahan Negara dikatakan “Indonesia ialah
Negara yang berdasar atas hukum (rechsstaat)”.
Selanjutnya dijelaskan, “Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak
berdasarkan kekuasaan belaka.” Sekian puluh tahun kemudian konsep tersebut
lebih dipertegas melalui amandemen keempat dan dimasukkan ke dalam batang tubuh
konstitusi, yaitu bab I tentang “Bentuk dan Kedaulatan”. Dalam pasal 1 ayat 3
ditulis “Negara Indonesia adalah Negara hukum”.
Dari amandemen-amandemen dibuktikan secara jelas,
Undang-undang Dasar Negara Indonesia tidak statis, melainkan memiliki dinamika.
Amandemen keempat tersebut dapat dibaca sebagai keinginan bangsa Indonesia
untuk lebih mempertegas identitas negaranya sebagai suatu Negara hukum[1]. Negara
hukum di Indonesia berjalan bersamaan dengan prinsip demokrasi ia terbukti
dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 2 bahwa “Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya menurut Undang-undang Dasar”. Hal ini
membuktikan bahwa selain sebagai Negara Hukum Indonesia juga menganut Negara
demokrasi. Kedua konsep Negara tersebut berjalan bersama di Negara Indonesia
sebagai sistem pemerintahan yang ideal. Dimana masyarakat yang mengatur hukum
tersebut dan masyarakat pula yang tunduk dalam peraturan hukum yang mereka
rancang.
Pada dasarnya dalam negara
demokrasi, konsep Negara hukum merupakan suatu hal mutlak, ia dibutuhkan demi
menyelaraskan keadilan dalam kebebasan berdemokrasi.
Penyelenggaraan-penyelenggaraan politik perlu diatur sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang jelas. Hukum adalah pilar dalam mengawal Negara
demokrasi.
Penyelenggaraan hak-hak politik dalam
demokrasi pada dasarnya menimbulkan gagasan bahwa cara yang terbaik untuk
membatasi kekuasaaan pemerintah ialah dengan
suatu konstitusi, apakah ia bersifat naskah (written constitution) atau tak bersifat naskah (unwritten constitution). Undang-undang
Dasar itu menjamin hak-hak politik dan menyelenggarakan pembagian kekuasaan
Negara sedemikian rupa, sehingga kekuasaan eksekutif diimbangi oleh kekuasaan
parlemen dan lembaga-lembaga hukum. Gagasan-gagasan ini dinamakan konstitusionalisme (constitusionalism) sedangkan
Negara yang menganut gagasan ini dinamakan constitusional
state atau rechtsstaat yaitu
Negara Hukum.
Dalam gagasan konstitusionalisme tidak hanya mengandung
pemisahan antara kekuasaan eksekutif, legislative, dan yudikatif semata namun
ia mempunya fungsi khusus, yaitu menentukan dan membatasi kekuasaan pemerintah
di satu pihak dan di pihak lain menjamin hak-hak asasi dari warga negaranya.
Undang-undang Dasar dianggap sebagai perwujudan hukum yang tertinggi yang harus
dipatuhi oleh Negara dan pejabat-pejabat pemerintah sekalipun, sesuai dengan
dalil : “government by laws, not by men” (pemerintahan
berdasarkan hukum, bukan oleh manusia)[2]
Maka
dari itu, disini saya akan membahas lebih lanjut mengenai berbagai konsep yang
diberikan oleh para ahli dalam membentuk Negara hukum yang sebenarnya,
membentuk suatu kedaulatan dimana hukum menjadi pilar utama dalam
menyelenggarakan pemerintahan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejarah
Pemikiran Negara Hukum
Munculnya konsep teori Negara hukum tidak lepas dari
pemikiran-pemikiran sebelumnya yakni di masa sejarah dahulu ketika zaman Yunani
kuno. Pemikir pertama mengenai Negara hukum sebenarnya sudah sangat lama. Cita
Negara hukum untuk pertama sekali dikemukakan oleh Plato yang diungkapkan dalam
tiga bukunya yakni pertama politeia (the republica) yang ditulisnya ketika ia
masih muda; kedua, Politicos (stateman); dan
ketiga Nomoi (the law). Dalam
buku-bukunya tersebut dia sudah menganggap adanya hukum untuk mengatur warga
Negara. Sehingga ia menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang baik
ialah yang diatur oleh hukum.
Pemikiran dari Plato kemudian dilanjutkan oleh muridnya
yakni Aristoteles. Ia menyatakan ada tiga unsur dari pemerintahan berkonstitusi
yakni pertama, pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum; kedua
pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasar ketentuan-ketentuan umum,
bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang menyampingkan konvensi dan
konstitusi; ketiga pemerintahan berkonstitusi berarti pemerintahan yang
dilaksanakan atas kehendak rakyat bukan atas paksaan-tekanan[3].
Aristoteles juga merumuskan Negara sebagai Negara hukum
yang didalamnya terdapat sejumlah warganegara yang ikut serta dalam
permusyawaratan Negara (Acclesia).
Yang dimaksudkan dengan Negara hukum disini oleh aristoteles adalah Negara yang
berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan bagi warganegaranya. Keadilan
merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warganegara dan
sebagai dasar daripada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia
agar ia menjadi warganegara yang baik.
Peraturan sebenarnya menurut Aristoteles ialah peraturan yang mencerminakan
keadilan bagi pergaulan antara warganegaranya. Maka menurutnya yang memerintah
dalam Negara bukanlah manusia melainkan pikiran yang adil yang tertuang dalam
peraturan hukum sedangkan penguasa hhanya memengang hukum dan keseimbangan
saja.[4]
Pemikiran awal pada zaman yunani kuno ini memang masih
merupakan konsep awal bagaimana membentuk Negara yang seharusnya. Pemikiran
tersebut masih terlalu ideal dan umum maka tidak memberikan mekanisme secara
rigid dalam mengembangkan konsep Negara hukum. Hal ini tidak terlepas karena
pada saat zaman yunani kuno Negara yang dimaksud masih merupakan sebuah polis
yakni kota-kota kecil sehingga pengaturan masyarakat di zaman itu belum
memberikan persoalan yang kompleks seperti pada saat ini.
Kedaulatan
Hukum
Sebelum kita memahami mengenai konsep Negara hukum maka
terlebih dahulu dapat kita pahami bahwa dasar berpikir dari konsep Negara hukum
sangat erat kaitannya dengan pemikiran-pemikiran yang menganggap bahwa
kedaulatan Negara itu berada pada hukum. Menurut teori kedaulatan hukum atau Rechts-souvereiniteit yang merupakan
kekuasaan tertinggi di dalam suatu Negara itu adalah hukum itu sendiri. Karena
baik raja atau penguasa maupun rakyat atau warganegara, bahkan Negara itu
sendiri semuanya tunduk kepada hukum. Semua sikap, tingkah laku dan
perbuatannya harus sesuai atau menurut hukum. Menurut Krabbe hukum itu adalah
merupakan penjelmaan daripada salah satu bagian dari perasaan manusia[5].
Bentuk kedaulatan hukum dalam kehidupan bernegara
merupakan suatu kebutuhan yang mendasar. Hukum sebagai aturan dasar dimana
terdapat rambu-rambu dan arahan bagaimana masyarakat, pemimpin Negara, dan
berbagai organ Negara seharusnya dapat bertindak dan bekerja. Hukum disini
sebagai pengawal kehidupan bernegara, ia hidup dan dibangun berdasarkan suatu contract social masyarakat dimana mereka
membuat aturan-aturan yang seharusnya ditaati. Disana tersimpan harapan dan
cita-cita masyarakat mengenai apa yang seharusnya dan apa yang tidak seharusnya
dilakukan dalam kehidupan bernegara. Krabe mengemukakan “Negara sebagai
pencipta dan penegak hukum di dalam segala kegiatannya harus tunduk pada hukum
yang berlaku. Dalam arti ini hukkum membawahkan Negara. Berdasarkan pengertian
hukum itu bersumber dari kesadaran hukum rakyat, maka hukum mempunyai wibawa
yang tidak berkaitan dengan seseorang secara (impersonal)”.[6]
Wujud teori kedaulatan hukum merupakan dasar pemikiran
awal dimana Negara selayaknya memiliki kedaulatan hukum yang kuat. Maka
pemikiran dasar dari teori kedaulatan hukum ini memunculkan berbagai
konsep-konsep Negara hukum yang lebih modern.
ABAD
XIX
Di abad XIX freidrich Julius Stahl (eropa continental
dengan civil law system) merumuskan
unsur-unsur Negara hukum (rechsstaat)
yang banyak diilhami oleh Immanuel Kant, sebagai berikut:
1.
Perlindungan HAM
2.
Pemisahan atau
pembagian kekuasaan demi jaminan hak itu
3.
Pemerintahan
berdasarkan peraturan perundang-undangan
4.
Peradilan
administrasi dalam perselisihan
Kemudian
pada saat yang hampir sama muncul pula konsep Negara hukum (rule of law) dari A.V. Dicey, yang lahir
dalam naungan sistem hukum anglo saxon.
1.
Supremasi hukum
(tidak ada kesewenang-wenangan atau seseorang hanya dapat dihukum jika
melanggar hukum)
2.
Kedudukan yang
sama di depan hukum (equality before the
law)
Terdapat
perbadaan konsep antara keduanya Freidrich Julius Stahl merupakan sarjana yang
berasal dari Negara dengan sistem civil
law dan A.V. Dicey merupakan sarjana dengan pemikiran yang berasal dari
Anglo saxon. Keduanya berada di dua kutub hukum yang berbeda namun terdapat
suatu kesamaan, dimana penjabaran prinsip-prinsip dari konsep Negara hukum,
keduanya sepakat bahwa ia harus dapat menjamin Hak Asasi Manusia dan mewujudkan
suatu supremasi hukum yang kuat. Sehingga pada akhirnya konsep Negara hukum
tidak hanya menjadi pandangan ideal semata melainkan ia dapat terwujud dengan
menjamin kedaulatan hukum dan perlindungan hak-hak atas manusia.
Nomokrasi
Islam
Selanjutnya dalam agama Islam, terdapat konsep Negara
hukum yang dirumuskan oleh Prof. Dr. Tahir Azhari S.H. dimana beliau merumuskan
menjadi Sembilan prinsip-prinsip dasar Nomokrasi Islam atau Negara hukum.
Nomokrasi Islam adalah suatu Negara hukum yang memiliki
prinsip-prinsip umum sebagai berikut:
1.
Prinsip
kekuasaan sebagai amanah
2.
Prinsip
musyawarah (musyawarat)
3.
Prinsip keadilan
4.
Prinsip
persamaan
5.
Prinsip
pengakuan dan perlindungan setiap hak-hak asasi manusia
6.
Prinsip
peradilan bebas
7.
Prinsip
perdamaian
8.
Prinsip
kesejahteraan
Kesembilan
pokok prinsip tersebut tercantum dalam Al-Qur’an dan diterapkan oleh Sunnah
Rasulullah. Kesembilan prinsip tersebut terwujud dalam pemerintahan Nabi
Muhammad SAW di kota Madinah, yang kemudian membentuk suatu konstitusi tertulis
pertama di dunia yang terwujud dalam Piagam Madinah.
Suatu
konsep yang berbeda dengan anggapan bahwa konsep Negara Islam adalah Negara
Teokrasi yakni Negara berdasarkan atas kekuasaan Tuhan. Melainkan di dalamnya
terdapat prinsip-prinsip Negara hukum yang dapat dipelajari sebagai konsep
untuk mengimplemtasikannya pada pemerintahan saat ini.
Indonesia
Sebagai Negara Hukum
Sebagai Negara yang lahir pada zaman modern, maka
Indonesia juga menyatakan diri sebagai Negara hukum. Indonesia membentuk suatu
dasar pemerintahannya berdasarkan kedaulatan hukum seperti yang dijelaskan pada
uraian di atas. Konsep-konsep pemikiran
barat dan Islam juga memiliki pengaruh dalam konsep Negara hukum yang
diterapkan di Indonesia. Ketentuan
Indonesia sebagai Negara hukum ini dapat dilihat dalam pembukaan, batang tubuh
dan penjelasan UUD 1945.
1.
Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 memuat dalam alinea pertama kata “peri-keadilan”,
dalam alinea kedua istilah “adil”, serta dalam alinea keempat
perkataan-perkataan “keadilan sosial” dan kemanusiaan yang adil”, semua
istilah-istilah ini berindikasi pada pengertian Negara hukum karena bukankah
salah satu tujuan hukum itu mencapai keadilan. Kemudian dalam pembukaan UUD 45
alinea keempat ditegaskan “….maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia”. Penganutan pahan
konstitusionalisme atau sistem konstitusional, merupakan prinsip lebih khusus
dari pada prinsip Negara hokum
2.
Batang tubuh
Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum
(pasal 1 ayat 3), kemudian “presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintah menurut Undang-undang Dasar (pasal 4). Ketentuan ini berarti bahwa
presiden dalam menjalankan tugasnya harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang
sudah ditetapkan dalam UUD.
3.
Penjelasa UUD
1945, yang merupakan penjelasan otentik dan menurut hukum tata Negara Indonesia
mempunyai nilai yuridis, dengan huruf besar menyebutkan: “Negara Indonesia berdasarkan
hukum (rechsstaat) tidak berdasarkan
kekuasaan belaka (machtsstaat).
Ketentuan terakhir ini memperjelas, apa yang secara tersirat dan tersurat telah
dinyatakan dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945.
Dari perumusan dalam Undang-undang Dasar tersebut jelas bahwa Negara
Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 menganut prinsip-prinsip Negara
hukum yang umum berlaku.
Prinsip bahwa Indonesia suatu Negara yang berdasarkan atas hukum dapat
dikemukakan dua pemikiran yaitu:
Pertama, bahwa
kekuasaan tertinggi di dalam Negara Indonesia adalah hukum yang dibuat oleh
rakyat melalui wakil-wakilnya dalam lembaga legislatif. Jadi, suatu kedaulatan
hukum sebagai penjelmaan lebih lanjut dari paham kedaulatan rakyat. Pemikiran kedua ialah bahwa sistem pemerintahan
Negara memerlukan kekuasaan (power/macht)
namun tidak ada suatu kekuasaan pun di Indonesia yang berdasarkan atas hukum.
Sjachran Basah dalam kaitan apa yang dikemukakan di atas berpendapat:
“arti
Negara hukum tidak terpisahkan dari pilarnya sendiri, yaitu paham kedaulatan
hukum. Paham kedaulatan hukum. Paham itu adalah ajaran yang menyatakan bahwa
kekuasaan tertinggi terletak pada hukum atau tiada kekuasaan lain apapun,
terkecuali kekuasaan hukum semata yang dalam hal ini bersumber pada pancasila selaku
sumber dari segala sumber hukum…… kemudian hal di atas itu dikontradiktifkan
dan dipisahkan secara tegas antara Negara hukum pada satu pihak dan Negara
kekuasaan pada pihak lain yang dapat menjelma seperti dalam bentuk diktator,
atau bentuk lainnya semacam, yang tidak dikehendaki apabila dilaksanakan di
persada pertiwi ini.”
Pada akhirnya dengan menggaris bawahi prinsip Indonesia
adalah Negara yang berdasarkan atas hukum maka konstitusi kita UUD 1945 telah
menempatkan hukum dalam posisi yang supreme dan menentukan dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia[9]
Negara
Hukum dan Demokrasi Indonesia
Pasal 1 ayat (2) dan (3) UUD 1945 menegaskan bahwa
“kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang
Dasar” dan Negara Indonesia adalah Negara Hukum” dalam kedua aturan tersebut
terdapat dua ketentuan yakni kedaulatan berada di tangan rakyat dan konsep
Negara hukum. Dalam pengertian modern, Negara hukum itu tidak lain adalah
Negara konstitusional atau constitutional
state.
Dengan demokrasi, ruang kebebasan dibuka lebar, tetapi
kebebasan itu memerlukan aturan, sehingga dapat terselenggara dengan teratur.
Karena itu peranan hukum sangat menentukan dan bahkan berfungsi sebagai
pengimbang terhadap kebebasan. Dengan dasar pemikiran itulah maka pengertian
demokrasi tidak dapat dipisahkan dan bahkan harus dipandang berpasangan dengan
konsep Negara hukum, rechsstaat.
Sebaliknya Negara hukum rechsstaat atau the rule of law itu sendiri yang ideal
ialah Negara hukum yang demokratis (democratische
reachtsstaat). Suatu Negara hukum dapat saja dibangun tanpa dasar demokrasi
, tetapi apabila hukum yang ditegakkan itu tidak dibuat berdasarkan
prinsip-prinsip dalam demokrasi, maka Negara hukum yang demikian bukanlah
Negara hukum yang demokratis.
Dengan demikian maka terdapat hubungan yang sangat kuat
antara demokrasi dan Negara hukum. Keduanya menyatu dalam konsepsi UUD 45
mengenai kedaulatan Negara atau kekuasaan tertinggi dalam Negara Republik
Indonesia. Keseimbangan dan hubungan saling melengkapi di antara keduanya
adalah sangat penting untuk menjamin agar gagasan Negara hukum dan demokrasi itu
membuahkan hasil yang sebaik-baiknya berupa kebebasan (freedom), keadilan (justice),
dan kesejahteraan (prosperity).[10]
Kesimpulan
Konsep Negara hukum merupakan suatu bentuk Negara yang
berdasarkan atas kedaulatan hukum. Hukum/peraturan memiliki kedaulatan
tertinggi dalam pemerintahan. masyarakat maupun pemerintah tunduk kepada hukum
itu sendiri. Terdapat sebuah pendapat yang mengatakan bahwa “segala yang
dilakukan oleh pemerintah itu dilarang sampai terdapat hukum yang memberinya
kewenangan dan segala yang dilakukan oleh masyarakat itu boleh dilakukan sampai
terdapat hukum yang melarang melakukan sesuatu”. Pendapat tersebut merupakan
suatu pandangan bahwa baik pemerintah atau Negara dan masyarakat tunduk
terhadap hukum.
Hukum tercipta bukan semata-mata untuk kepentingan
penguasa atau orang-orang tertentu saja namun ia harus tercipta atas tujuan
kemanfaatan, keadilan, dan penegakkan hukum yakni dengan memberikan kebaikan
bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hukum harus memberikan tujuan tersebut baik
secara moral, kesusilaan, ajaran agama, dan nilai-nilai kemanusiaan. Hukum di
Negara Indonesia tidak akan mungkin dapat tercipta bertentangan dengan nilai-nilai
ajaran agama dan adat kebangsaan Indonesia. Keduanya kerap mempengaruhi
peraturan-peraturan hukum yang ada di Indonesia.
Bentuk Negara hukum yang ada di Indonesia nyata tercantum
dalam peraturan konstitusi Undang-undang Dasar 1945 pasal 1
ayat 2 disebutkan “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-undang Dasar”, pada butir tersebut dimaksudkan bahwa Indonesia menganut
sistem pemerintahan demokrasi yang mana kedaulatan berada di tangan rakyat,
tetapi ada aturan-aturan tegas di dalamnya yakni Undang-undang Dasar. Sehingga
sekalipun kedaulatan adalah milik rakyat tetapi proses pelaksanaannya diatur
berdasarkan nilai-nilai dan aturan-aturan hukum
dalam konstitusi UUD 45.
Terdapat kesenimbangan hubungan antara konsep Negara
hukum dan konsep Negara demokrasi, sebuah teori kedaulatan hukum dan rakyat.
Kedua konsep ini diterapkan secara bersamaan di Negara Indonesia. Hal ini
tercantum dalam pasal di 1 ayat 2 konstitusi seperti penjelasan di atas. Bahwa
Negara Indonesia menganut kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat. Memang pada
dasarnya kedua konsep ini tidaklah saling bertentangan, melainkan keduanya
saling mengisi dimana tidak mungkin tercipta suatu Negara hukum tanpa adanya
kedaulatan rakyat di dalamnya. Begitu pula dengan konsep Negara demokrasi,
konsep tersebut tidak akan dapat berjalan dengan efektif tanpa adanya supremasi
hukum yang kuat di dalamnya. Konsep pemikiran ini bukanlah suatu hal yang baru.
Pandangan mengenai Negara hukum dan demokrasi saling mengisi dalam unsur-unsur
dan penjabaran cirri-ciri kedua konsep tersebut. Maka lebih tepatnya Hukum
adalah pilar bagi demokrasi, begitu pula dengan Negara hukum, ia tidak akan
berjalan baik tanpa adanya partisipasi rakyat dalam merancang hukum yang sesuai
dengan masyarakat yang diatur.
pada pasal 1 ayat 3 UUD 45 disebutkan juga bahwa “Negara
Indonesia adalah Negara hukum” tambahan ayat ini merupakan hasil dari amandemen
ke-3 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum (Rechstaat). Negara yang memiliki aturan-aturan dan kedaulatan hukum
yang kuat untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara hukum sangat
erat dengan kaitannya dengan rule of law,
aturan hukum sehingga tidak boleh ada kekuatan lain yang berada di atas hukum
itu sendiri demi tercapainya suatu tertib hukum bagi seluruh masyarakat
Indonesia.
Negara hukum adalah konsep bernegara yang ideal, apalagi
jika disandangkan dengan Negara demokrasi. keduanya dapat memberikan
kemaslahatan bagi rakyat Indonesia sepanjang dijalankan sesuai dengan
seharusnya. Negara Indonesia menganut kedua konsep tersebut, yakni antara
konsep Negara hukum dan demokrasi.
Meskipun konsep Negara hukum menjadi dasar dalam
pemerintahan Indonesia namun praktik dari implementasi ini masih belum terwujud
dengan baik. Bentuk-bentuk lemahnya supremasi hukum, ketidakbermanfaatan hukum,
hukum tidak mewakili rasa keadilan masyarakat, hingga maraknya tindakan anarkis
dan main hakim sendiri di masyarakat Indonesia adalah wujud dari buruknya
implementasi pemerintah dalam menerapkan konsep Negara hukum. Konsep Negara
hukum hanya menjadi retorika dan idealisme semata, tidak dapat
diimplementasikan dengan seharusnya. Hal ini merupakan tugas besar bagi
pemerintah dan masyarakat Indonesia. Negara hukum jangan hanya menjadi suatu
aturan yang tidak dijalankan namun ia harus dapat dijalankan baik oleh
masyarakat dan pemerintah. Demi terciptanya suatu masyarakat yang adil dan
makmur bagi seluruh rakyat Indonesia.
[1]
Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyat, Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H,
Gentapublishing, 2009
[2]
Dasar-dasar ilmu politik, Prof Miriam Budiarjo, Gramedia, 1998
[3]
Negara Hukum Indonesia, Azhary, hal 19-21, UI Press 1995
[4]
Ilmu Negara, Moh, Kusnardi, SH, Prof. Dr. Bintarn R. Saragih, MA, Gaya media
pratama, 2008
[5]
Ilmu Negara, Soehino,S.H hal 156, Penerbit Liberty Yogyakarta
[6]
Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia, Hestu Cipto Handoyo,
SH. M.Hum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2003
[7]
Hukum Tata Negara I, Narainuun Mangungsong, SH, M.Hum, 2010
[8]
Negara Hukum, Prof. Dr. H. Tahir Azhary, SH. Kencana prenada, 2007
[9]
Telaah Kritis Teori Negara Hukum, Drs. H. Nukhthoh Arfawie Kurde S.H., M.Hum,
Pustaka Pelajar, 2005
[10]
Konstitusi Ekonomi, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., Buku Kompas, 2010
terimakasih mas. sangat jelas.
BalasHapussangat membantu artikelnya, terima kasih
BalasHapus