Kamis, 12 September 2013

Tegakkan Reward and Punishment Hukum


Iklim kondisi masyarakat Indonesia kini sedang mengalami degradasi sosial yang cukup mengkhawatirkan. Meningkatnya kejahatan di tengah-tengah masyarakat merupakan salah satu benntuk dari rangkaian masalah sosial yang tidak dapat kita anggap enteng. Belum lama ini kasus tragedi di LP Cebongan memberikan gambaran kepada kita mengenai mudahnya melakukan tindak kejahatan di negeri ini. Bahkan maraknya premanisme yang muncul di beberapa daerah dan tidak henti-hentinya penangkapan pelaku terorisme di Indonesia adalah bukti yang nyata betapa terpuruknya kondisi sosial masyarakat kita saat ini.

Perlu diketahui bahwa meningkatnya kejahatan di masyarakat dapat dikatakan termasuk  ciri dari bentuk masyarakat yang anarkistis. Pendapat Aristoteles yang menyebutkan bahwa puncak dari demokrasi adalah anarki mungkin ada benarnya tercipta di negara yang mengaku sebagai negara demokratis ini. Bagaimana tidak? Tujuan negara yang hendak berusaha membangun nuansa demokrasi di masyarakat tidak diikuti dengan tegaknya supremasi hukum. Ketimpangan dari besarnya kedaulatan rakyat dibandingkan dengan kedaulatan hukum hanya akan menimbulkan anarkisme dan terciptanya diktator-diktator kecil yang hadir di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, pendapat dari Thomas Hobbes yakni homo homini lupus (manusia merupakan serigala bagi manusia lainnya) mungkin juga dapat merepresentasikan bahwa manusia di Indonesia hanya menganggap manusia lain bagaikan serigala atau ancaman yang hendak menyerang mereka kapan saja.

Norma dasar konstitusi UUD 45 pasal 1 ayat 2 sebenarnya sudah menyatakan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” dan pada pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa “negara Indonesia adalah negara hukum”. Kedua ayat ini menjelaskan bahwa adanya keseimbangan antara kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum, yakni antara demokrasi maupun konsep negara hukum. Sehingga hal ini menjelaskan bahwa hukum adalah kedaulatan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan hukum pula yang memiliki peran sebagai tatanan sosial yang mengatur dari pengakuan adanya kedaulatan rakyat tersebut.

Hukum yang merupakan tatanan sosial pada umumnya memiliki fungsi yakni untuk mewujudkan tindakan timbal balik dalam masyarakat, untuk membuat orang melakukan apa yang seharusnya dan tidak melakukan apa yang tidak seharusnya dilakukan, dan berusaha untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Tentu jika kita menginginkan agar tatanan sosial atau hukum ini dapat dipatuhi, maka diperlukan karakteristik tertentu yang dapat memberikan motivasi agar orang dapat melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan. Dalam memberikan motivasi terhadap masyarakat, hukum disini dapat memberikan keuntungan tertentu untuk kepatuhan dan dapat memberikan kerugian tertentu untuk ketidakpatuhan. Oleh karena itu kita dapat memahaminya sebagai bentuk dari mekanisme reward and punishment.

Mekanisme reward and punishment dapat diterapkan melalui pemberian sanksi tegas dan juga keuntungan kepatuhan terhadap aturan hukum. Sanksi yang diberikan kepada orang yang melanggar hukum haruslah memperoleh sanksi ataupun kerugian yang sesuai dengan perbuatannya, begitu pula bagi orang yang mematuhi hukum selayaknya mendapatkan reward yakni berupa rasa aman, rasa damai, dan juga kesejahteraan ekonomi maupun kesejahteraan jiwanya.

Saat ini, Indonesia memiliki permasalahan serius dalam menerapkan mekanisme reward and punishment-nya dalam sistem hukum. Adanya ketidaksesuaian antara penerapan reward and punishment dengan tindakan/perilaku seseorang menimbulkan kecenderungan ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum. Hukum justru berubah fungsi menjadi alat untuk menyakiti rasa keadilan masyarakat, menentang prinsip-prinsip moral dan menentang nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat.

Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah dan para aparat penegak hukum kita sadar bahwa perlunya perbaikan di dalam sistem hukum kita saat ini. Permasalahan yang disebabkan dari hilangnya motivasi masyarakat untuk patuh terhadap hukum selayaknya tidak perlu terjadi di negara demokrasi hukum dewasa ini. Keseimbangan antara kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum sudah mutlak diperlukan. Demokrasi tanpa hukum hanya akan melahirkan anarki sedangkan hukum tanpa demokrasi hanya akan melahirkan tirani.

Maka disini pemerintah perlu tegas untuk menegakkan reward and punishment dalam sistem hukum Indonesia. Pemerintah harus dapat mengembalikan motivasi masyarakat untuk kembali patuh terhadap hukum. Begitupun masyarakat, selayaknya harus dapat memahami bahwa hukum merupakan suatu bentuk norma yang menjadi acuan dalam kehidupan bersama berbangsa dan bernegara. Jika pemerintah mampu menegakkan reward and punishment, maka akan diikuti pula dengan adanya kepatuhan masyarakat terhadap hukum, bahkan terciptanya keseimbangan antara kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum akan tercipta dengan sendirinya. Sehingga pada akhirnya tindakan-tindakan anarkistis tidak akan tercipta di negeri ini dan terwujudnya tujuan bangsa yaitu perdamaian abadi dan keadilan sosial akan tercipta dengan sendirinya di bumi Indonesia dengan adanya kepatuhan rakyat terhadap hukum.

Dimuat:

Kolom Opini Tangsel Pos Edisi 14 Mei 2013