Di dalam konsep nomokrasi
Islam menurut Taher Azhari, bahwa dalam konsep negara hukum terdapat prinsip
ketaatan rakyat. Bentuk ketaatan rakyat yang mana merupakan suatu bentuk
ketundukan atau kepatuhan rakyat terhadap negara dalam hal mengatur
masyarakatnya. Masyarakat disini menyerahkan kedaulatan sepenuhnya kepada negara
untuk memberikan suatu peraturan demi menjaga ketertiban, keamanan dan menjamin
kesejahteraan. Masyarakat taat dan patuh terhadap negara sesuai dengan
kaidah-kaidah hukum dengan menjalankan apa yang seharusnya dilakukan dan tidak
melakukan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Maka dari itu bentuk prinsip ini
kemudian dapat dikenal merupakan suatu prinsip “sadar hukum” yang terdapat
dalam berbagai konsep negara hukum.
Namun, melihat kondisi Indonesia saat ini tentu sangatlah
jauh berbeda dengan prinsip ketaatan rakyat. Padahal jika kita melihat prinsip
yang dibangun oleh bangsa ini adalah prinsip negara demokrasi yang berlandaskan
hukum, yang membutuhkan ketaatan dari rakyatnya, prinsip Negara demokrasi dan Negara
hukum ini ditegaskan dalam Konstitusi UUD 45 pasal 1 ayat (2) dan (3), yang
berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar”. Kemudian pada ayat (3) menjelaskan bahwa “Negara Indonesia
adalah Negara hukum”. Kedua ayat tersebut menegaskan bahwa negara ini berjalan
atas kedaulatan rakyat yang berdasar hukum. Sehingga negara hanya dapat
bertindak menurut aturan dan kaidah-kaidah yang berlaku dan masyarakat dibatasi
kebebasannya dengan aturan dan kaidah
hukum tersebut. Tetapi minimnya masyarakat yang memiliki kesadaran akan
hukum ataupun prinsip ketaatan ini telah merusak konsep negara demokrasi itu
sendiri yang kini telah berubah menjadi negara
demokrasi anarki yang melupakan prinsip-prinsip hukumnya.
Kenyataan ini dapat terlihat dengan meningkatnya
pelanggaran hukum, munculnya kesenjangan ekonomi maupun keadilan dan
meningkatnya tingkat anarkisme. Dalam pelanggaran hukum misalnya, mungkin sudah
bukanlah hal yang ganjil jika kita melihat media-media banyak memberitakan
pelanggaran hukum yang terjadi di Indonesia, baik itu dilakukan oleh para
pejabat negara, pengusaha, bahkan para penegak hukum itu sendiri. Kemudian akibat
dari hal tersebut memicu suatu kesenjangan dan diskriminasi dalam hal
memberikan keadilan terhadap masyarakat, sehingga memicu kesenjangan ekonomi
yang besar. Di negara ini rakyat kecil yang menjadi korban dari kejahatan itu
semua, mereka hanya dapat mengais-ngais sisa-sisa harta dan sisa-sisa keadilan
yang tercecerkan dari orang-orang yang mempermainkan hukum.
Selain
itu dapat kita lihat juga dengan. ketidaksiapan masyarakat dalam menjalankan
pemilihan umum dalam proses berdemokrasi. Tindakan yang tidak jujur,
kecurangan, politik uang, suap menyuap, bahkan bergerak atas kepentingan
golongan atau pribadi itu adalah hal yang lumrah terjadi di negara ini. Dalam
proses pemilupun tidak mungkin tidak bahwa para partai bergerak atas
kepentingan kelompoknya masing-masing, dan bukan atas dasar ideologi yang
mereka perjuangkan. Disinipun masyarakat dibuat kebingungan dalam memilih
pemimpin di bangku legislatif maupun eksekutif. Beberapa masyarakat kecil tentunya
tidak paham dengan partai yang mereka pilih dan hal ini kemudian menjadi pemicu
politik uang yang dapat menyakiti prinsip demokrasi dan Negara hukum kita.
Rangkaian dari bermacam-macam masalah inilah yang
kemudian membuat perubahan arah bangsa ini, yang kini mengarah kepada demokrasi
anarki. Keadaan kacau balau dimana masyarakat kecil mengungkapkan rasa
kekecewaannya dengan melanggar hukum atas ketidakadilan yang masih menghantui
mereka dan para penguasa maupun para pengusaha tetap saja mempermainkan hukum
dan masyarakat kecil dengan harta maupun dengan kekuasaannya.
Tentu
jika kita menilik lebih dalam masalah ini seharusnya tidak perlu terjadi jika
masyarakat sudah memiliki jiwa sadar hukum. Mereka seharusnya memperhatikan
kepentingan hukum dan nilai-nilai yang terkandung untuk kepentingan umum dan
untuk kesejahteraan bersama. Bahwa keadilan adalah milik bersama dan hukum
harus menjadi tonggak berbangsa.
Melihat konsep yang dibangun oleh bangsa ini tentu kita tidak
dapat melepaskannya dari prinsip ketaatan rakyat yang telah dijelaskan di awal,
yakni prinsip sadar hukum. Suatu negara demokrasi yang memberikan kedaulatan
terhadap rakyat tentu harus memiliki rakyat yang berjiwa sadar hukum. Dimana
mereka memahami aturan-aturan yang ada dan tidak melakukan
pelanggaran-pelanggaran yang menciptakan kekacauan. Penyerahan kedaulatan
terhadap rakyat ini tidak dapat diberikan begitu saja, oleh karena itu maka negara
ini menyandingkannya dengan konsep negara hukum.
Namun
pada kenyataannya konsep demokrasi dan negara hukum tidak mampu lagi berjalan
sebagaimana mestinya ketika masyarakat di negara ini tidak memiliki jiwa-jiwa
sadar hukum. Kemudian demokrasi yang diciptakan tanpa adanya prinsip sadar
hukum ini hanyalah demokrasi anarki yang menjadi puncak kebrobrokan dari
penerapan demokrasi itu sendiri. Tidak ada cara lain untuk mengembalikan
harapan bagi bangsa ini selain mengembalikan jiwa-jiwa masyarakat yang taat
akan hukum atau prinsip sadar hukum untuk seluruh masyarakat Indonesia.
dimuat dalam buku 67 Wajah Indonesia (Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum UGM)