Kamis, 27 Oktober 2011

Menciptakan Negara Partitokrasi



            Reshuffle kabinet yang dilakukan oleh presiden SBY beberapa waktu lalu masih menimbulkan polemik di masyarakat. Saat ini, masyarakat masih mempertanyakan terkait mengenai kredibilitas menteri-menteri dan wakil-wakil menteri yang ditunjuk oleh presiden SBY. Terdapat beberapa menteri yang memang terlihat cakap dan sesuai dengan kemampuannya masuk dalam kabinet pemerintahan namun tidak kurang beberapa menteri juga kerap dipertanyakan kredibilitasnya. Beberapa menteri bahkan masih berasal dari partai politik yang sedang berkuasa. Menteri Hukum dan HAM misalnya, jabatan menteri yang sebelumnya dijabat oleh Patrialis Akbar, kini jabatan tersebut dipegang oleh Amir Syamsuddin yang kita ketahui beliau adalah kader setia dari partai Demokrat. Tidak hanya itu saja, kabinet pemerintahan SBY juga terlihat gemuk dengan adanya jabatan wakil-wakil menteri yang di dalamnya terdapat orang-orang yang berasal dari partai politik. Maka tidak  heran jika presiden kini sepertinya ingin menciptakan suatu Negara Partitokrasi.
            Wujud dari Negara Partitokrasi adalah dengan banyaknya orang-orang partai yang berada di tampuk kekuasaan pemerintahan, Ia masuk menduduki kekuasaan untuk kepentingan kelompok partainya saja. Hal ini merupakan sebagai bentuk Oligarki modern dimana Negara hanya dipimpin oleh sekelompok-sekelompok orang yang berkepentingan untuk kelompoknya masing-masing dan bukan untuk kepentingan rakyat sama sekali. Parpol masuk dalam kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Mereka bekerjasama dalam tiga kekuasaan tersebut untuk kepentingan golongan partainya sendiri-sendiri. Kenyataan ini menunjukkan bahwa Negara kita memang benar-benar mengarah kepada Negara Partitokrasi, bukan Negara demokrasi apalagi Negara hukum.
            Dalam menerapkan Demokrasi memang pada kenyataanya partai memiliki kekuatan yang besar. Partai adalah wujud dari aspirasi-aspirasi rakyat yang kemudian diwakilkan melalui perwakilan-perwakilan partai di pemerintahan. Ia merupakan perwakilan dari kedaulatan rakyat yang dijamin oleh Konstitusi. Namun yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apakah kredibilitas partai saat ini benar-benar baik? Apakah partai benar-benar mewakili aspirasi-aspirasi dan kepentingan masyarakat? Saat ini partai cenderung hanya mementingkan kekuasaan semata, hal tersebut dibuktikan dengan lobi-lobi politik yang terjadi di pemerintahan dalam pemilihan menteri oleh presiden. Maka bukan suatu hal yang ganjil apabila presiden melakukan reshuffle kabinet tetapi tetap menunjuk menteri-menteri dan mempertahankan menteri-menteri yang berasal dari partai politik meskipun ia bermasalah. Partai politik hari ini hanya memikirkan mengenai mempertahankan kekuasaan  sekarang dan bagaimana mereka akan mendapatkan kekuasaan selanjutnya.
            Demi menjaga demokrasi di Indonesia dan menjaga Indonesia tetap sebagai wujud dari Negara Hukum, seharusnya partai-partai politik sadar betul untuk dapat membenahi partainya masing-masing. Jangan sampai partai hanya sebagai alat dalam meraih kekuasaan semata tanpa memperdulikan kepentingan-kepentingan rakyat. Partai selayaknya dapat sejalan sesuai dengan fungsinya dalam demokrasi, presiden seharusnya juga tidak perlu tersandera oleh perdagangan-perdagangan politik di pemerintahan. Hak prerogatif presiden untuk menunjuk menteri-menteri sebagai pembantunya harus dipilih sesuai dengan kemampuannya dengan pertimbangan subyektif presiden, tanpa adanya intervensi-intervensi dari partai politik. Winston Churchill pun pernah mengatakan “my loyalty to my party ends when my loyalty to my country begin” (kesetiaan saya terhadap partai saya berakhir ketika kesetiaan saya terhadap Negara saya dimulai). Politisi seharusnya dapat memahami pendapat ini, dan mengimplementasikannya dengan baik, Presiden juga tidak perlu sampai tersandera oleh partai politik, beliau seharusnya sadar bahwa sesungguhnya kesetiaannnya  adalah untuk kepentingan Negara dan seluruh bangsa Indonesia bukan untuk kepentingan partainya. 

Sabtu, 22 Oktober 2011

Dasar Hukum Penguasaan Negara atas Sumber Daya Alam


            Penjajahan yang terjadi di bumi Indonesia yang dilakukan oleh bangsa Portugis, Belanda, dan Jepang menjadi bukti bahwa Sumber daya alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sangatlah melimpah. bangsa-bangsa asing berlomba-lomba untuk mendapatkan kekayaan alam yang berlimpah milik Indonesia. Bahkan hingga kini banyak Negara dan investor-investor asing yang ingin memanfaatkan sumber daya alam Indonesia dengan berusaha melakukan negosiasi-negosiasi investasi jangka panjang dengan tujuan agar mereka dapat meraih keuntungan sebesar-besarnya dari sumber daya alam Indonesia.
            Para Founding Fathers kita sebenarnya sudah mengetahui akan melimpahnya sumber kekayaan alam di Indonesia, karena itu demi mencegah penyalahgunaan dan berbagai bentuk Neokolonialisme  maka mereka menyusun suatu dasar hukum yakni Konstitusi Undang-undang Dasar 45 yang tersusun pada pasal 33 ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Kaitannya pada pasal ini yakni Negara harus dapat menjaga cabang-cabang produksi milik Negara yang penting, untuk tetap dikuasai oleh Negara. Kepemilikan asing pada cabang-cabang produksi Negara tidak boleh melebihi kepemilikan Negara. Negara harus tetap menjadi penguasa dalam mengatur dan membuat keputusan terkait sebagai penguasa terhadap cabang-cabang produksi tersebut. Selanjutnya pada pasal 33 ayat (3) UUD 45 menyebutkan “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Disini Negara juga harus menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, namun disini obyeknya adalah kekayaan alam dan digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pemanfaatan akan sumber kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sepantasnya digunakan sepenuhnya untuk rakyat Indonesia. Sehingga negosiasi-negosiasi yang bersifat investasi pada sektor-sektor sumber daya alam Indonesia yang tidak memberikan manfaat kepada kemakmuran rakyat dapat dibatalkan melalui peraturan dasar hukum ini.
            Dengan tegasnya dasar-dasar hukum penguasaan Negara atas kekayaan alam Indonesia di atas, maka pemerintah saat ini seharusnya berani melakukan renegoisasi setidaknya terhadap dua perusahaan tambang emas terbesar yakni PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara. PT Freeport Indonesia selama ini hanya membayar royalty emas 1% dan tembaga 1,5%. Sedangkan peraturan pemerintah No. 45 Tahun 2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menerapkan tarif royalty emas dan tembaga 3,75%  dan 4% dari harga jual kali tonasi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pertentangan hukum antara peraturan dan kenyataannya, sehingga pemerintah diharapkan dapat segera melakukan renegoisasi perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan PT Freeport Indonesia. Pembagian atas royalty harus jelas sesuai dengan undang-undang yang berlaku demi memberikan kemanfaatan, keadilan, dan supremasi hukum.
            Dasar-dasar hukum yang tertuang dalam Konstitusi yang memberikan ketegasan mengenai penguasaan Negara atas kekayaan alam Indonesia seharusnya dijadikan acuan dalam melakukan perjanjian kerjasama, jangan sampai perjanjian tersebut justru merugikan bangsa Indonesia. Pemerintah harus sadar bahwa sesungguhnya sumber daya alam itu hanya digunakan seluruhnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
            

Senin, 10 Oktober 2011

Cita-cita Konstitusi yang Gagal Terwujud


Ledakan bom di Gereja Kepunton, Solo, Jawa Tengah yang terjadi beberapa hari yang lalu kini membuat masyarakat khawatir. Mereka khawatir akan ketentraman hidupnya dari bahaya teror bom yang seakan tiada habisnya terjadi di negeri Indonesia. Tindakan teror yang dilakukan oleh segelintir ekstrimis yang mengatasnamakan agama ini kerap selalu menjadi momok bangsa Indonesia yang nampaknya seperti tidak akan pernah ada akhirnya. Badan Intelijen Negara bahkan disini terlihat seperti kecolongan, mereka seakan tidak sigap dan tidak menyadari akan adanya aksi bom bunuh diri tersebut. Negara saat ini terlihat seperti mengalami kesulitan dalam usahanya untuk menciptakan perdamaian bagi seluruh rakyat Indonesia. Usaha-usaha mereka cukup banyak namun mereka tidak dapat mencegah konflik-konflik horizontal yang selalu terjadi di Indonesia. Keadilan dan perdamaian sulit terwujud di negeri ini, bahkan pemerintahpun tidak dapat menegakkan hukum dengan sebaik-baiknya demi menjaga perdamaian dan keadilan.
            Dalam preambule konstitusi Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia sebenarnya sudah dijamin mengenai keadilan dan perdamaian. Ia tercantum pada preambule UUD 45 alinea ke-4 yang menyebutkan bahwa “kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”. Kalimat perdamaian abadi dan keadilan sosial disini menjadi sebuah landasan penting Negara yang menjadi dasar dalam mewujudkan tujuan-tujuan Negara Indonesia yang tercantum pada kalimat sebelumnya yakni melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia. Amanat cita-cita konstitusi tersebut diwujudkan dengan kalimat perdamaian abadi, dimana bangsa ini seharusnya dapat hidup berdampingan secara rukun dan damai tanpa membeda-bedakan suku, agama dan ras.
            Selanjutnya pada pasal 29 ayat 2 UUD 45 menyebutkan bahwa: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Kalimat “Negara menjamin” disini menjelaskan bahwa negara seharusnya dapat melindungi dan menjaga tiap-tiap masyarakat Indonesia dalam memeluk dan menjalankan agamanya masing-masing, tanpa adanya diskriminasi dan serangan-serangan bahkan ancaman yang dapat merusak perdamaian.
Negara disini bertanggung jawab atas ketidaknyamanan yang terjadi bagi jemaat minoritas gereja diseluruh Indonesia, terutama di Solo. Jemaat gereja di Indonesia perlunya mendapat jaminan yang sama terhadap peribadatannya. Negara tidak boleh lepas tangan terhadap mereka, bahkan konstitusi sudah menjaminnya tanpa terkecuali bahwa ini adalah tanggung jawab Negara. Negara selayaknya dapat mewujudkan cita-cita konstitusi tersebut dengan menjaga dan melindungi tiap-tiap penduduknya meskipun itu kelompok minoritas, demi tegaknya perdamaian dan keadilan.
Masyarakat disini juga perlu sadar, bahwa mereka harus memulai untuk belajar bagaimana cara bertoleransi dan menghargai perbedaan-perbedaan yang ada di Indonesia. Masyarakat harus bersikap arif dan bijak dalam menghadapi perbedaan-perbedaan yang ada di Indonesia. Kita harus sadar bahwa perbedaan itu akan menjadi suatu kekayaan jika bangsa ini menjadi dewasa dan menghargai toleransi perbedaan tanpa adanya penghinaan dan penistaan dalam berbagai bentuk demi terwujudnya cita-cita konstitusi UUD 45 yakni perdamaian abadi dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
             


             

Mencegah Korupsi dari Akarnya


Tindak pidana korupsi yang merupakan suatu wujud extraordinary crime,  yang dilakukan oleh pejabat Negara, meruntut pada suatu siklus yang seakan tak akan pernah terputuskan. Ia hidup dan menyebar ke berbagai lini penyelenggaraan Negara dan siap untuk menyedot seluruh uang-uang rakyat.
     Korupsi merupakan kata yang berasal dari bahasa latin yakni corruption  yang berarti busuk, hal tersebut menegaskan bahwa tindakan korupsi ini merupakan suatu tindakan yang sangat busuk dan tidak bermoral. Pada UU No. 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi dijelaskan pada pasal 2 yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi yakni “setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara”. Dalam Undang-undang tersebut telah diatur dengan tegas mengenai tindak pidana korupsi yang menjadi sumber hukum dalam menindak pelaku korupsi. Namun yang menjadi pertanyaan sekarang apakah saat ini tindak pidana korupsi dapat dikendalikan?
    Tampaknya kita sekarang harus sudah berhenti memikirkan hanya pada penegakkan hukumnya saja tetapi sekarang kita harus memulai menggali siapa yang melakukan korupsi dan dari mana akar permasalahannya. Kita ketahui bersama bahwa Korupsi dilakukan oleh pejabat Negara yang mana mereka dipilih oleh rakyat melalui wakil-wakil dari partai politik. Jadi, dapat kita lihat bahwa partai politik memiliki peran yang cukup besar dalam keberadaan tindak pidana korupsi tersebut. Dalam upaya pencegahan tindak korupsi ini seharusnya pemerintah dan aparat penegak hukum segera memperhatikan akar awalnya yaitu partai politik. Karena hanya melalui partai-partai politiklah kita dapat memilih calon-calon yang akan menjadi pejabat Negara Indonesia, dan bahkan selain itu partai politik memiliki kecenderungan membutuhkan biaya keuangan yang besar dalam mempersiapkan dana pemilu demi menjaga dan meraih kekuasaan. Maka dapat diketahui peran dari partai politik terhadap korupsi dan hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa partai politik dapat meraih dana-dana politiknya melalui sumber-sumber yang tidak halal.
       Sudah saatnya kini partai politik perlu mendapat perhatian serius dari masyarakat. Kinerja dan apresiasi mereka terhadap masyarakat perlu diawasi dengan baik, agar tidak timbul perwakilan-perwakilan masyarakat yang kerap mencuri uang Negara. Pemerintah pun juga layak membuat peraturan hukum yang konkret mengenai partai politik agar tidak ada kecenderungan mereka dapat melakukan tindak pidana korupsi.
      Korupsi adalah suatu kejahatan yang dapat menhancurkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia seharus mendapat perhatian serius baik itu dari masyarakat maupun pemerintah dan dalam hal ini partai politik selayaknya menjadi suatu bentuk kepercayaan masyarakat dimana mereka mewakili tiap-tiap masyarakat Indonesia dalam pemerintahan, ia harus melihat kenyataan masyarakat, memberikan nilai-nilai masyarakat di pemerintahan dan idealisme kuat dari partai tersebut. Tidaklah tepat jika partai politik semata-mata hanya mencari kekuasaan atau melanggengkan kekuasaan mereka. Partai politik harus mampu memberikan suatu gagasan-gagasan tentang cita-cita Negara kepada masyarakat. Ia harus bekerja sesuai dengan manajemen yang baik tanpa adanya kepentingan-kepentingan yang bersifat koruptif.