Reshuffle kabinet yang dilakukan oleh presiden SBY
beberapa waktu lalu masih menimbulkan polemik di masyarakat. Saat ini,
masyarakat masih mempertanyakan terkait mengenai kredibilitas menteri-menteri
dan wakil-wakil menteri yang ditunjuk oleh presiden SBY. Terdapat beberapa
menteri yang memang terlihat cakap dan sesuai dengan kemampuannya masuk dalam
kabinet pemerintahan namun tidak kurang beberapa menteri juga kerap
dipertanyakan kredibilitasnya. Beberapa menteri bahkan masih berasal dari
partai politik yang sedang berkuasa. Menteri Hukum dan HAM misalnya, jabatan
menteri yang sebelumnya dijabat oleh Patrialis Akbar, kini jabatan tersebut dipegang
oleh Amir Syamsuddin yang kita ketahui beliau adalah kader setia dari partai
Demokrat. Tidak hanya itu saja, kabinet pemerintahan SBY juga terlihat gemuk dengan
adanya jabatan wakil-wakil menteri yang di dalamnya terdapat orang-orang yang
berasal dari partai politik. Maka tidak
heran jika presiden kini sepertinya ingin menciptakan suatu Negara
Partitokrasi.
Wujud dari Negara Partitokrasi adalah dengan banyaknya
orang-orang partai yang berada di tampuk kekuasaan pemerintahan, Ia masuk
menduduki kekuasaan untuk kepentingan kelompok partainya saja. Hal ini
merupakan sebagai bentuk Oligarki modern dimana Negara hanya dipimpin oleh
sekelompok-sekelompok orang yang berkepentingan untuk kelompoknya masing-masing
dan bukan untuk kepentingan rakyat sama sekali. Parpol masuk dalam kekuasaan
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Mereka bekerjasama dalam tiga kekuasaan
tersebut untuk kepentingan golongan partainya sendiri-sendiri. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa Negara kita memang benar-benar mengarah kepada Negara Partitokrasi,
bukan Negara demokrasi apalagi Negara hukum.
Dalam menerapkan Demokrasi memang pada kenyataanya partai
memiliki kekuatan yang besar. Partai adalah wujud dari aspirasi-aspirasi rakyat
yang kemudian diwakilkan melalui perwakilan-perwakilan partai di pemerintahan.
Ia merupakan perwakilan dari kedaulatan rakyat yang dijamin oleh Konstitusi.
Namun yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apakah kredibilitas partai saat
ini benar-benar baik? Apakah partai benar-benar mewakili aspirasi-aspirasi dan
kepentingan masyarakat? Saat ini partai cenderung hanya mementingkan kekuasaan
semata, hal tersebut dibuktikan dengan lobi-lobi politik yang terjadi di
pemerintahan dalam pemilihan menteri oleh presiden. Maka bukan suatu hal yang
ganjil apabila presiden melakukan reshuffle kabinet tetapi tetap menunjuk
menteri-menteri dan mempertahankan menteri-menteri yang berasal dari partai
politik meskipun ia bermasalah. Partai politik hari ini hanya memikirkan
mengenai mempertahankan kekuasaan sekarang
dan bagaimana mereka akan mendapatkan kekuasaan selanjutnya.
Demi menjaga demokrasi di Indonesia dan menjaga Indonesia
tetap sebagai wujud dari Negara Hukum, seharusnya partai-partai politik sadar
betul untuk dapat membenahi partainya masing-masing. Jangan sampai partai hanya
sebagai alat dalam meraih kekuasaan semata tanpa memperdulikan
kepentingan-kepentingan rakyat. Partai selayaknya dapat sejalan sesuai dengan
fungsinya dalam demokrasi, presiden seharusnya juga tidak perlu tersandera oleh
perdagangan-perdagangan politik di pemerintahan. Hak prerogatif presiden untuk
menunjuk menteri-menteri sebagai pembantunya harus dipilih sesuai dengan
kemampuannya dengan pertimbangan subyektif presiden, tanpa adanya intervensi-intervensi
dari partai politik. Winston Churchill pun pernah mengatakan “my loyalty to my party ends when my loyalty
to my country begin” (kesetiaan saya terhadap partai saya berakhir ketika
kesetiaan saya terhadap Negara saya dimulai). Politisi seharusnya dapat
memahami pendapat ini, dan mengimplementasikannya dengan baik, Presiden juga
tidak perlu sampai tersandera oleh partai politik, beliau seharusnya sadar bahwa
sesungguhnya kesetiaannnya adalah untuk
kepentingan Negara dan seluruh bangsa Indonesia bukan untuk kepentingan
partainya.