Selasa, 26 Juni 2012

Menilik Kembali Jabatan Wakil Menteri di Indonesia


Jabatan wakil menteri di Indonesia bukanlah suatu hal yang baru diterapkan oleh bangsa ini. Semenjak awal zaman kemerdekaan Indonesia departemen luar negeri pernah memiliki wakil menteri, meskipun ketika itu jabatan tersebut tidak bertahan lama. Tetapi kemudian pascareformasi, muncul kembali jabatan wakil menteri tersebut yang terjadi semenjak September 2008. Ketika itu menteri luar negeri yang dipimpin oleh Hassan Wirajuda dibantu oleh seorang wamen yang dijabat oleh Triyono Wibowo. Keberadaan Wamen ketika itu berdasarkan pada Peraturan Presiden No. 20 dan 21 tahun 2008 yang mengakui keberadaan jabatan wakil menteri.
            Seiring perkembangannya, dalam meningkatkan kinerja eksekutif, pemerintah saat ini ternyata membutuhkan wakil menteri atas pertimbangan dari Presiden yang mana memiliki landasan hukum yang tercantum dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yakni “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan  penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu”. Berdasarkan peraturan perundang-undangan inilah pemerintah dapat mengangkat wakil menteri atas pertimbangan dari Presiden.
            Tetapi kemudian muncul gugatan terhadap pasal 10 UU No. 39 tahun 2008 tersebut yang mempertanyakan keberadaan jabatan wakil menteri di pemerintahan. Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu telah memutuskan bahwa gugatan tersebut telah dikabulkan sebagian. MK menilai bahwa keberadaan wakil menteri masih tetap wilayah kekuasaan Presiden dan hal tersebut tidaklah bertentangan dengan UUD 45. Namun  yang menjadi menarik disini adalah MK tidak mempermasalahkan bunyi dari pasal 10 undang-undang tersebut, tetapi memutuskan untuk mencabut penjelasan dari pasal 10 dan menyatakan penjelasan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
            Penjelasan pasal 10 ini adalah “Yang dimaksud dengan “Wakil Menteri” adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet”. Berdasarkan penjelasan ini maka MK telah memutuskan bahwa yang dikatakan sebagai wakil menteri seharusnya bukanlah pejabat karir dan merupakan anggota kabinet. Berarti disini MK telah memutuskan bahwa setidak-tidaknya wakil menteri itu dapat merupakan suatu jabatan politik, merupakan anggota kabinet, atau berbagai pengertian lain yang bukan berdasarkan penjelasan yang dinyatakan di atas.
            Pascaputusan MK NOMOR 79/PUU-IX/2011 ini maka timbul penafsiran bahwa keberadaan wakil menteri tetap diakui dan dianggap tidak bertentangan dengan Konstitusi UUD 45. Tetapi yang menjadi penegasan atas apa yang dimaksud dengan wakil menteri itu harus diubah dan tidak boleh digunakan lagi atas penjelasan seperti itu. Maka tugas pemerintah saat ini adalah merombak dan melakukan restrukturisasi dari jabatan wakil menteri dan disesuaikan dengan apa yang dimaksud oleh putusan MK.
            Keberadaan wakil menteri saat ini harus kita pandang sebagai suatu alat untuk menjalankan tugas pemerintah maka dari itu keberadaan wakil menteri ini haruslah kita dukung selama hal itu masih sesuai dengan koridor yuridis dan manfaatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar